Senin, 05 Agustus 2013

Dalail Khairat


Dalail Khairat
Cover Kitab Dalailul Khairot Saku
دلائل الخيرات
Banyak sekali seni budaya islami yang sudah sejak lama tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Aceh, salah satu diantaranya adalah seni membaca Dala-Il Khairat. Dalail Khairat merupakan kesenian membaca shalawat  yang biasa dilakukan masyarakat islam pada saat memperingati hari besar Islam
Dalam pembacaannya, Dala-il Khairat serta zikir-zikir yang ada didalamnya yang dijadikan Seni dalam membacanya dengan menyesuaikan irama dan rentak kolaborasi dengan irama lagu-lagu yang dipilih dimasa lalu dan masa kini yang suara pembacanya dilatih agar sangat kompak yang disesuai dengan gerakan-gerakan tubuh pembaca. Sebelumnya  dala-il khairat identik dengan kegemaran para orang tua, tapi kini generasi juga menyukai dala-il dengan gerakan kreasi baru itu. Syair dan pesan-pesan keislaman yang disampaikan  kelompok dala-il itu juga bisa menjadi bahan renungan bagi penonton
Pengembangan seni Dala-il harus dilibatkan semua unsur, sehingga mengajak masyarakat untuk terus mengembangkan budaya islami di Kabupaten Aceh Barat Daya ini merupakan sebuah pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kita semua.
Penulis Kitab Dalail Khairat
Pengarang kitab “Dalailul Khairat” sorang shufy yang populer di kalangan komunitas ahli Tasawuf, bernama lengkap Al-Qutub Al-Fadhil Abu Abdillah Muhammad bin Abdirrahman bin Abi Bakr Sulaiman bin Daud bin Bisyr Al Juzuli As-Samlani Al-Hasani. As Samlali Asy Syadzali Asy Syarif Al Hasani Lahir pada tahun 807 H dan wafat th s.d 870 H. Dia termasuk keturunan ahlul bait dari jalur Fathimah bintu Muhammad RA. Dia berasal dari kota Sus Al Marakasyiah. Kota ini terletak di daerah pantai di ujung wilayah Magrib (Maroko/Negara yang berada dikawasan Afrika Utara).
Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdur Rahman bin Abu Bakar bin Sulaiman Al Jazuli Rahimahullah, beliau adalah salah seorang sufi yang masyur didalam perkembangan islam. Beliau memiliki nasabnya Jazulah, yaitu sebuah qabilah dari daerah Barbar di Susil Aqsha. Beliau Belajar ilmu di kota Fez (Maroko), dan di sanalah beliau mengarang Dalail Khairat.
Pada tanggal 16 Rabiul Awal 870 H beliau wafat, disemayamkan di desa Sus al Aqsha. Setelah 77 tahun dari wafatnya, jenazahnya dipindahkan ke Marakesy, maka didapati jenazahnya itu utuh sebagaimana waktu dikubur pertama kali. Makamnya banyak diziarahi orang, dikarenakan baunya yang semerbak. Hal ini dikarenakan beliau menyukai membanyakkan shalawat kepada Nabi SAW selama hidupnya. (Asraarur Rabbaniyyah wal Fuyudhatir Rahmaniyyah ‘aas Shalawatid Dardiriyyah, Sy. Ahmad as Showi)

Keterangan Kitab Dalail Khairat

Kitab Dalailul Khairat ini disusun oleh Al-Qutub Al-Fadil Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli. Di dalamnya memuat wirid harian yang penuh fadilah bagi mereka yang istiqamah mengamalkannya. Kitab ini banyak diamalkan, baik di barat (Eropa) maupun di timur. Kitab ini merupakan sebuah kitab yang memiliki spiritualitas tinggi dalam mengagungkan kecintaan kepada Rasulullah.
Di dalamnya memuat beberapa doa-doa untuk Nabi Muhammad SAW, termasuk deskripsi tentang makamnya, asma dan julukan kehormatan beliau, dan sejumlah pengagungan lainnya berupa shalawat (seperti : Shalawat Massyisyiyah) dan hizib serta Qashidah, seperti Qadhidah Burdah dan qashidah lainnya. Shalawat Nabi SAW yang ditulis didalamnya merupakan salawat yang sudah masyhur dan sudah terbukti mujarrab untuk wasilah untuk bermacam-macam hajat, dapat menghilangkan berbagai macam kegelisahan dan kesusahan, dapat menolak berbagai macam balak atau mala petaka baik balak dunia maupun balak Akhirat, dapat menjadikan kebaikan-kebaikan di dunia dan akherat, dapat memperbanyak nur (cahaya) kelak pada hari Qiyamat. Dala’il menjadi salah satu ritual yang populer yang memiliki fungsi yang penting dalam peningkatan makam spiritual para sufi
Kitab ini memiliki syarh (penjelasan) yang menarik dan ringkas yang ditulis oleh Syekh Muhammad Al Mahdi bin Ahmad bin Ali bin Yusuf Al Fasi Al Qashawi yang meninggal pada tahun 1052 H. Syarh ini bernama Mathali’ul Musabbarat bi Jala`i Dalailil Khoirot. Kitab ini juga memiliki beberapa syarh, tapi yang terbaik adalah kitab milik Al Fasi ini.”
Naskah Dalail khairat
Ada dua naskah teks kuno dalail didalam koleksi Perpustakaan.
Pertama, disalin pada abad 13th/19th, terdiri dari sembilan puluh folio ditulis dengan huruf tebal, naskhi Afrika dengan tulisan tangan; halaman pembukaan naskah ditampilkan di sini.
Naskah kedua, yang juga merupakan salinan abad 13th/19th, ditulis dengan baik-baik saja, skrip Maghribi dan terdiri dari dua ilustrasi, salah satu yang mewakili masjid besar dari Makkah, yang mewakili masjid lain di Madinah dan makam Nabi
Asal Mula penulisan Dalail Khairat
Suatu hari Syeikh Sulaiman Al Zazuli akan mengambil air wudhu untuk sholat ketika beliau sedang berjalan disebuah padang pasir. Tetapi beliau tidak mendapatkan alat buat mengambi air dalam sumur. Keadaan itu terus berlangsung sampai ia melihat seorang anak perempuan kecil yang memandanginya dari tempat yang cukup tinggi, lalu anak kecil itu bertanya kepada beliau: “Siapakah Anda?” Beliau kemudian menjelaskan hal ihwal beliau, maka anak itu berkata: “Tuan ini ahli membaca shalawat kepada Rasulullah SAW, dan Tuan ini termasuk orang yang dihormati, mengapa Tuan bingung tidak mendapatkan air?” Kemudian ia pun meludah ke dalam air sumur itu, seketika itu pula airnya naik dan akhirnya memudahkan untuk berwudhu.
Setelah merampungkan wudhunya Syaikh al Jazuli bertanya: “Dengan apa engkau memperoleh karamah (kemuliaan) ini?” Jawabnya: “Karena saya memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi SAW, yang mana jika seseorang berjalan di daratan yang tiada makanan & air, bergantunglah binatang-binatang buas kepadanya”. Lalu beliau bersumpah untuk mengarang sebuah kitab shalawat Nabi SAW, pelindungku, yang melebihi ilmu Aqliyah dan Naqliyah. Jadilah kitab Dalail Khairat tersebut.
Kutamaan membaca Dalail Khairat
Rasulullah saw bersabda sebagaimana yang disebut oleh ulama, “Barang siapa yang mengasihi sesuatu maka dia layak menyebut nama kekasihnya”.
Imam Abbas al-Mursi berkata, “Jikalah hilang ingatan aku kepada Rasulullah saw walau dalam sekelip mata maka janganlah mengira aku sebagai umat Islam yang sempurna imannya”. Orang yang selalu mendekatkan hatinya bersama dengan Nabi saw ketika di dunia akan berada berdekatan dengan Nabi saw ketika di akhirat kelak
Sayyid Abbas Alawi al-Maliki pernah menjadi duta membangun kubah Sakhra di Palestina. Ditaqdirkan Allah, beliau berkesempatan menyaksikan sambutan Maulid yang diadakan secara besar-besaran kerana pada masa itu bulan Islam adalah bulan Rabiul Awwal. Dalam satu majlis maulid yang dihadirinya, beliau melihat ada seorang lelaki berdiri dari permulaan sehingga habis bacaan maulid. Maulid yang dibaca ialah Maulid Barzanji. Sayyid Abbas merasa hairan melihat perbuatan lelaki itu lalu dia bertanya setelah selesai majlis. Kata lelaki itu, “Sebelum ini, aku tergolong dalam kelompok orang yang mengengkari amalan maulid. Sehinggalah pada satu malam, aku bermimpi berjumpa Nabi saw. Dalam satu kumpulan maulid, semua ahli kumpulan itu berdiri menyambut Nabi saw sebaliknya aku menjadi lumpuh. Nabi saw berkata kepadaku, “Engkau lumpuh sebab tidak berdiri menghormati aku.” Dengan taqdir Allah, apabila aku bangun pagi, aku tidak dapat menggerakkan kakiku. Setelah aku berobat kemana-mana tetapi tidak berhasil. Sehinggalah pada satu hari, aku bernazar sekiranya aku pulih dari penyakit lumpuh ini maka aku akan berdiri dari awal maulid hingga selesai. Pada malamnya, aku bermimpi bertemu Nabi saw. Dalam mimpi itu, Nabi saw menyapu kakiku yang telah lumpuh. Esok pagi dengan taqdir Allah, kakiku bisa bergerak seperti sediakala. Semenjak itu, aku tidak pernah lupa menunaikan nazarku apabila menghadiri majlis maulid”.
Ketahuilah bahwa Rasulullah saw adalah Nur. Sebab itulah jasad Rasulullah saw tidak mempunyai bayang. Imam as-Suyuti menyebut bahawa Rasulullah adalah cahaya. Bahkan Nabi saw memohon kepada Allah Ta’ala, “Jadikanlah aku cahaya, Ya Allah”.
Hakikat cahaya Rasulullah saw terlalu luas untuk dimengerti oleh umatnya. Imam Akbar, Ibn Arabi berkata, “Sesungguhnya pengetahuan aku terhadap cahaya Rasulullah saw hanyalah sebesar lubang jarum sahaja. Itu sahajalah makrifah yang dikurniakan kepada aku”.

Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *